Wednesday, August 5, 2009

Demokrasi Ala Anak

Tanggal 9 april 2009 yang lalu telah dilaksanakan pemilihan umum dengan pencontrengan nama wakil-wakil rakyat yang duduk di DPRD tingkat II, DPRD tingkat I, DPD serta DPR. Masa kampanye telah dilakukan calon- calon anggota legislatif dengan berbagai macam cara mulai dari pemasangan gambar-gambar di setiap sudut pemberhentian kendaraan, kegiatan-kegiatan sosial, hingga konvoi kendaraan bermotor. Tidak jarang para orang tua akan mengikutsertakan anak-anaknya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Padahal peraturan dari KPU telah melarang adanya keterlibatan anak dalam kegiatan kepartaian dengan alasan belum mempunyai hak pilih dalam pemilu, tapi pernahkah terlintas dalam pikiran para orang tua bagaimana efektivitas bagi anak ketika dilibatkan dalam acara-acara pengumpulan massa?

Tidak sedikit orang tua yang melibatkan anaknya untuk berpartisipasi dalam kampanye dengan alasan karena orang tua ingin mengenalkan suasana demokrasi pada si anak. Padahal bila dikaji lebih lanjut maka akan terdapat perbedaan antara seorang anak dan orang dewasa dalam menerima respon dari lingkungan. Secara anatomi tubuh seorang anak tidak akan berbeda dengan orang dewasa tetapi secara fungsional tubuh seorang anak akan berbeda dengan orang dewasa termasuk kemampuan inderanya. Salah satu contohnya kemampuan telinga bagi anak diatas usia 6 tahun dan orang dewasa adalah 10 – 26 dB. Bagi anak-anak dibawah usia 6 tahun batas telinga normal adalah dibawah 20 dB. Padahal dalam konvoi kendaraan bermotor suara knalpot yang meraung-raung akan menghasilkan suara diatas 30 dB, bila pada orang dewasa suara tersebut masih dapat ditoleransi oleh telinga karena merupakan ambang batas pendengaran dalam kategori sedang. Lalu bagaimana bila suara-suara knalpot itu didengarkan oleh seorang anak dalam jangka waktu tertentu?

Tentunya secara tidak langsung suara-suara tersebut akan menyebabkan hendaya atau penurunan fungsi pendengaran telinga pada anak.
Secara psikologis bila
seorang anak dilibatkan pada acara orang dewasa secara tidak langsung akan memberi pembelajaran pada anak tentang perilaku yang dilakukan oleh orang dewasa termasuk orang tuanya sendiri. Tidak menutup kemungkinan anak tersebut akan melakukan hal yang telah dilihatnya dikemudian hari, karena telah direkam dalam memori anak bahwa hal yang telah dilakukan oleh orang dewasa sah-sah saja atau boleh dilakukan oleh sang anak. Mari kita menganalisa bila seorang anak dilibatkan pada acara massa seperti kampanye terbuka partai politik yang di dalamnya terdapat hiburan oleh penyanyi diiringi dengan joget ala goyang gergaji atau goyang patah-patah, dan kemudian bila terjadi senggolan antar partisipan partai akan terjadi adu mulut atau adu otot. Apa yang tersimpan dalam ingatan anak tersebut?

Pertama, anak akan meniru gerakan tarian yang telah dilakukan oleh penyanyi tersebut dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Kedua, anak akan mencoba berpakaian ala penyanyi dan akan menghafalkan lagu-lagu yang telah dinyanyikan oleh penyanyi tersebut, padahal kebanyaka
n anak sendiri tidak mengetahui arti dari lagu tersebut.
Ketiga, bisa jadi anak akan menyelesaikan masalahnya dengan adu mulut atau adu otot karena terinspirasi oleh prilaku orang dewasa pada acara tersebut. ulasan ini dapat memberikan gambaran bahwa suasana kampanye akan memberikan efek yang kurang baik pada anak.

Lantas, demokrasi bagaimanakah yang sesuai bagi anak?


Menurut teori psikologi perkembangan (piaget), sejak usia 2 tahun disamping mengalami perkembangan sensori motoriknya anak juga akan mengalami perkembangan kognitif termasuk didalamnya perkembangan proses berfikir. Anak juga akan belajar untuk mengemukakan keinginannya dan bersosialisasi. Perkembangan ini akan terus berkelanjutan pada usia sekolah, remaja hingga dewasa. Ketika orang tua memfasilitasi anak untuk belajar mengutarakan keinginannya melakukan suatu aktifitas atau memiliki suatu benda maka sebenarnya itu adalah awal diberlakukannya system demokrasi bagi anak.

Sebagai contohnya ketika anak usia sekolah menyampaikan keinginannya kepada orang tua untuk memili
ki baju baru, kemudian orang tua akan mengajak anak menuju toko untuk membeli baju dan orang tua bertanya “baju warna apa yang mau dipilih, nak?” maka anak akan menjawab “ayah, aku mau baju warna merah” sang ayah menimpali “oke, baju warna merah boleh diambil” sang anak akan menimpali pula “makasih ayah, aku akan merawat bajunya”. Dari petikan tanya jawab diatas kita dapat menyimpulkan bahwa sang ayah telah menerapkan system demokrasi bagi anak, dengan memberikan kebebasan bagi anak untuk menyampaikan pendapatnya, memilih sesuai dengan keinginannya dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Hal ini dapat pula diawali dalam lingkup lingkungan yang terkecil yaitu keluarga.
Dalam lingkungan yang lebih luas, system demokrasi juga dapat dilakukan oleh anak di lingkungan sekolahnya ataupun lingkungan bermainnya. Sebagai contohnya pemilihan ketua kelas di sekolah, seorang wali kelas akan bertanya pada murid-murid di kelasnya siapa saja yang mau mencalonkan diri atau ditunjuk menjadi calon ketua kelas. Para murid akan mengusulkan beberapa nama yang akan menjadi calon ketua kelas. Selanjutnya sang wali kelas akan menuliskan nama-nama calon ketua kelas di papan tulis dan dilakukan voting atas nama-nama tersebut. Pada akhirnya, siapapun yang mengantongi suara paling banyak dari hasil voting tersebut maka dialah yang berhak menjadi ketua kelas. Ini adalah contoh nyata penerapan demokrasi bagi anak sejak usia dini.

Beberapa contoh diatas merupakan aplikasi langsung system demokrasi, karena pada dasarnya system demokrasi tersebut adalah dari kita oleh kita dan untuk kita. Dan ternyata penerapan demokrasi yang telah dilakukan oleh anak-anak jauh lebih aman dan terkendali dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh orang-orang dewasa yang merasa paham apa yang dimaksud dengan system demokrasi. oleh karena itu marilah kita bersama-sama memberikan contoh yang baik tentang demokrasi bagi anak-anak dimana kelak akan menjadi pelaku utama demokrasi negara ini dikemudian hari.

0 comments:

  © Blogger template 'Soft' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP